Kamis, 05 Mei 2011

My Inner Child : Enemy Inside (And God Help me Today)

"Gw ga bisa apa-apa, gw hanya beruntung bisa disini."
Itulah yang apa aku pikirkan ketika kecil, setelah melewati masa lalu yang kelam, dan semua orang pun memilikinya. Sebuah pikiran, sebuah cara pandang lain pun terbentuk karena frekuensi yang sering dalam membenci diri, rendah diri, dan merasa tidak memiliki harapan. Dan terbentuklah citra diri, pandangan diri sendiri terhadap diri serta apa yang, secara sadar maupun tak sadar, dilihat oleh orang lain. Citra diri tersebut terus ditumpuk dan ditumpuk oleh smakin banyaknya menyerang diri sendiri serta konfirmasi oleh orang lain, dan berakhir pada keyakinan, hingga menerima sepenuhnya akan citra diri (yang sebenarnya salah).

Dan waktu pun terus berjalan, secara jasmani pun bertumbuh hingga dewasa. Dari sekolah, hingga masuk ke instansi pendidikan tertinggi, dunia perkuliahan. Aku datang dengan tubuh yang besar, namun tetap memegang jiwa anak kecil dengan segala keburukannya. Kutahu seharusnya anak ini ditinggalkan, tetapi tak kulepas-lepaskan, anak ini menjadi comfort zone yang menjadi wilayah aman dimana orang lain tidak bisa masuki, disana gw sendirian bahagia... sendirian.

Tuhan mengingatkan ku sejak kemarin, ketika aku memulai lagi membaca Purpose Driven Life di Bab 9, tentunya sudah kubaca bab-bab sebelumnya. Sampai saat ini, inti yang kudapat dari buku itu adalah : "Diriku bukan kebetulan ada." Sebelumnya juga aku pernah diberitahukan hal yang sama oleh sahabatku, "Tuhan menciptakanku unik dan spesial." Namun aku tidak menggubrisnya terlalu dalam, aku sudah diberitahu sejak lama, dari khotbah-khotbah gereja, saat teduh, dan media lainnya, jadi? Memang kenapa dengan kenyataan itu?
Hari ini gw datang ke kampus dengan biasa saja, dengan teman-teman dan sahabat di kampus, beberapa dari mereka cukup pintar dalam pengetahuan, tadi mereka bertanya tentang hal-hal sejarah yang seharusnya sudah dipelajari ketika SMP dan SMA, dan aku lupa.
"Lu tau orang terkenal ini?Lu kenal orang hebat itu?"
"kaga.." sambil menggelengkan kepala
"Kalo orang ini?"
"Ahh... perna denger, tapi lupa."
"Itu kan diajarin waktu SMA. Masa gak tau?"
Dan anak kecil itu, yang selalu kubawa, berbisik,"Mereka sedang mengataimu, memang dirimu tak bisa apa-apa, hal-hal kecil sperti itu aja gak tau. BODOH!" Gw sedih akan itu. Gw berkata pada diri sendiri, "Mengapa gw seperti ini... kenapa gw begitu berbeda dengan mereka, mereka begitu hebat, begitu pintar, mengerti hampir semua hal, dibandingkan dengan diri gw...." Aku sangat sedih karena perkataan diriku sendiri, dijatuhkan oleh bisikan anak kecil itu..

Seorang teman mendatangiku mengapa gw begitu murung, dan aku menceritakan hal yang kupikirkan tersebut. Dan ia malah tertawa, lalu berkata, "Sama seperti seekor monyet yang terjebak. Tahu cara menangkap monyet? Ambil sebuah kelapa, kosongkan isinya lewat sebuah lubang, taruh kacang-kacang di dalamnya, lalu letakan kelapa tersebut di atas pohon. Lalu seekor monyet akan datang dan mengambil kacang tersebut, tetapi ia tidak bisa mengeluarkan tangannya karena kepalan tangan yg berisi kacang. Dan orang akan menangkapnya." Lalu Aku menjawab, " Kenapa si monyet gak ngelepasin aja kacang-kacangnya dan kabur?" "ITU DIA! Lu udah menjawab permasalahan lu! Lepasin si anak kecil, kalo ga lu ga bakal bebas dari masalah ini." Aku berpikir sejenak, bener juga sih. "Dan lu berpikir kalo lu mempunyai masalah kan? Sebenarnya ya, gak ada masalah yang benar-benar muncul, itu semua cuma di pikiran lu, gan."

"Lu juga belajar di Injil kan, tentang karunia dan talenta yang berbeda-beda bagi tiap orang. Lu meyakini Injil itu benar kan? Kalau lu gak meyakini kalau karunia itu beda-beda tiap orang, lu menyatakan secara gak langsung kalau lu gak percaya Injil!" Aku sangat tertegun akan perkataannya. Aku selama ini sudah belajar begitu banyak tentang Injil, namun hanya menjadi pengetahuan-pengetahuan demi memuaskan pikiran, dan tidak aku aplikasikan dengan benar. Sangat, aku tertegun akan perkataannya, seperti Tuhan secara langsung menegurku lewat temanku itu.

Lalu ku datang ke persekutuan kampus dengan hati yang masih galau, dibawakan dengan tema "Fearfully and Wonderfully Made" suatu pembahasan tentang mazmur 139 : 13-18, dimana menceritakan Tuhan yang begitu teliti dalam menciptakan manusia, dari sejak dalam kandungan, bahkan sudah mengenal setiap kita sebelum kita terbentuk dalam perut ibu kita. Tuhan udah menenun, merajut kita sedemikian rupa, dari hal-hal detail dari perkembangan 1 sel, 2 sel, 4 sel, menjadi manusia yang utuh dengna keunikannya masing-masing. Kesalahan sedikit saja dalam perkembangannya, akan terjadi masalah. Tuhan begitu baik memperhatikan tiap individu yang begitu kecil dibanding seluruh manusia di bumi, bahkan Bima sakti, serta "Bima sakti" lainnya yang belum diketahui. Bahkan, Ia mau turun dari tahta-Nya untuk menggantikan kita mati sehingga kita bisa kembali bersama-Nya.

Sungguh, aku manusia yang tidak tahu diri akan kebaikan Tuhan, aku hanya egois memikirkan diri tanpa melihat begitu besar kebaikan dan pengorbanan Tuhan bagi hidupku. Selama ini Tuhan memberikan hidup yang begitu berharga, tetapi aku tidak menghargainya, memaki diri sendiri. Aku menghina kemampuan diriku sendiri, merasa tidak bisa apa-apa, padahal Tuhan memberikan kemampuan bagi masing-masing orang berbeda. Mungkin ada yang terlihat begitu memukau di depan publik, tetapi yang diam-diam pun memiliki kemampuan yang tak terlihat. Harusnya aku mengerti hal ini dan lebih percaya diri akan kemampuan yang sudah Tuhan titipkan. Smoga dari curhatan ini bisa membangun teman2.

~D. Lukman

Tidak ada komentar: